Book Review: Ubur-ubur Lembur

05.28


Awalnya memang gak kepikiran sama sekali buat baca buku ini. Sampai pada suatu ketika, rekan penempatanku membawa ini di dalam kopernya. Jujur, aku penasaran. 'Kayak apa ya isi bukunya? Sampai-sampai temen aku bawa ke penempatan', pikirku.

Suatu malam, kita lagi dilanda gabut alias gaji buta. Bukan dalam artian sesungguhnya karena itu bukan jam kerja. Akhirnya aku cari-cari apa yang bisa aku lakukan untuk menghindar dari layar dari handphone karena aku sudah eneg liat monitor, pasca kenalan sama kuesioner kuning hasil pencacahan Survei  Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) yang menjadi pekerjaan pertama kami di daerah. Dan yak, aku menemukan buku ini sedang tidak dibaca olehnya. Dan mulailah kumembaca dari awal.

Raditya Dika bagi aku adalah orang yang sangat passionate ketika membuat suatu karya. Ubur-ubur lembur ini menurutku agak terlalu lama jedanya dibandingkan dengan buku-bukunya yang terdahulu. Seperti biasa, bukan Raditya Dika kalau bukunya gak ada nama hewannya. (Yagaksi).

Dan setelah baca halaman awal ternyata emang nagih bangetsi. Entahlah. Tapi mungkinkan ini pengaruh tinggal di Jakarta selama empat setengah tahun terakhir kah??
Seolah-olah bahasa yang Bang Radit (kok kayak aneh ya) tuturkan disitu memang layaknya percakapan sehari-hari. Beda kesannya ketika aku melihatnya dulu sebagai orang yang kesehariannya jauh dari bahasa-bahasa yang cenderung santai dan terdengar atau terbaca seperti 'Jakarta Banget'. Jadi inilah yang membuat aku 'stay' untuk baca halaman demi halaman.

Gak cuma bahasanya yang enak dibaca. Meskipun buku ini hanya kumpulan kisah-kisah dan pengalaman hidupnya Bang Radit, bagiku buku ini sarat akan nilai-nilai yang terkadang kita suka lupa terapkan di era yang serba digital seperti ini. Misalkan seperti bagaimana popularitas sebagai public figure dipandang oleh public figure itu sendiri. Cerita-cerita balik layar yang kadang kita enggak tahu menahu, dan lain sebagainya.


Sebagai orang yang lagi cari bacaan santai, aku sangat rekomen buku ini hehe. Apalagi kalau tipikalnya males baca yang pake mikir keras gitu. Ini cocok kalau menurutku. Soalnya seperti aku jelaskan sebelumnya, gaya bahasanya ringan. Pun kisah-kisah yang diangkat adalah kisah yang sehari-hari banget. Poin penting dari buku ini adalah gimana kita bisa memandang kejadian yang mungkin remeh temeh bagi sebagian orang tetapi enggak kalau kita bisa ambil pelajaran dari sana.

Beberapa nama tempat disebut dengan jelas di buku ini. Termasuk beberapa tempat makan yang pernah disinggahi oleh Bang Radit. Jadi kangen Jakarta, kan haha. Untungnya tempat makan kita gak ada yang sama, Bang. Jadi aku gak baper-baper amat pas baca hihi.

Poin selanjutnya yang aku garis bawahi dari buku ini adalah makna hidup yang berusaha Bang Radit sampaikan di setiap babnya. Favorit aku adalah bab terakhir yang bercerita tentang Ubur-ubur Lembur. Judul dari buku ini sendiri. Bagi orang yang baru memasuki kehidupan kerja atau mungkin masih mencari arti hidup yang sesungguhnya, bagian ini worth to read hihi. Disini Bang Radit cerita kalau setiap langkah yang kita ambil memang harus ada konsekuensinya. Setiap konsekuensi mau gak mau harus kita ambil. Entah itu buruknya atau bahkan hal-hal baiknya. Terimakasih Bang Radit buat bukunya! Aku cukup terhibur dengan jokes-jokes receh yang pada akhirnya buat aku ketawa sendiri pas bacanya hihihi. 😀

You Might Also Like

0 komentar

Entri Populer

Instagram Images

Entri Populer

Subscribe